Roabaca.com.- Ramalan Jayabaya adalah ramalan dalam tradisi Jawa yang
salah satunya dipercaya ditulis oleh Jayabaya, raja Kerajaan Kadiri.
Ramalan ini dikenal pada khususnya di kalangan masyarakat Jawa yg
dilestarikan secara turun temurun oleh para pujangga.Asal Usul utama
serat jangka Jayabaya dapat dilihat pada kitab Musasar yg digubah oleh
Sunan Giri Prapen. Sekalipun banyak keraguan keaslianya tapi sangat
jelas bunyi bait pertama kitab Musasar yg menuliskan bahwasanya
Jayabayalah yg membuat Ramalan-ramalan tersebut
Dikutip
dari Wikipedia dijelaskan "Kitab Musarar dibuat tatkala Prabu Jayabaya
di Kediri yang gagah perkasa, Musuh takut dan takluk, tak ada yang
berani."
Meskipun demikian, kenyataannya dua pujangga yang hidup
sezaman dengan Prabu Jayabaya, yakni Mpu Sedah dan Mpu Panuluh, sama
sekali tidak menyebut dalam kitab-kitab mereka: Kakawin Bharatayuddha,
Kakawin Hariwangsa dan Kakawin Gatotkacasraya, bahwa Prabu Jayabaya
memiliki karya tulis. Kakawin Bharatayuddha hanya menceritakan
peperangan antara kaum Korawa dan Pandawa yang disebut peperangan
Bharatayuddha. Sedangkan Kakawin Hariwangsa dan Kakawin Gatotkacasraya
berisi tentang cerita ketika sang prabu Kresna, titisan batara Wisnu
ingin menikah dengan Dewi Rukmini, dari negeri Kundina, putri prabu
Bismaka. Rukmini adalah titisan Dewi Sri.
Dari berbagai sumber
dan keterangan yang ada mengenai Ramalan Jayabaya, maka pada umumnya
para sarjana sepakat bahwa sumber ramalan ini sebenarnya hanya satu,
yakni Kitab Asrar (Musarar) karangan Sunan Giri Perapan (Sunan Giri
ke-3) yang kumpulkannya pada tahun Saka 1540 = 1028 H = 1618 M, hanya
selisih 5 tahun dengan selesainya kitab Pararaton tentang sejarah
Majapahit dan Singosari yang ditulis di pulau Bali 1535 Saka atau 1613
M. Jadi penulisan sumber ini sudah sejak jamannya Sultan Agung dari
Mataram bertahta (1613-1645 M).
Kitab Jangka Jayabaya pertama
dan dipandang asli, adalah dari buah karya Pangeran Wijil I dari
Kadilangu (sebutannya Pangeran Kadilangu II) yang dikarangnya pada
tahun 1666-1668 Jawa = 1741-1743 M. Sang Pujangga ini memang seorang
pangeran yang bebas. Mempunyai hak merdeka, yang artinya punya
kekuasaan wilayah "Perdikan" yang berkedudukan di Kadilangu, dekat
Demak! Memang beliau keturunan Sunan Kalijaga, sehingga logis bila
beliau dapat mengetahui sejarah leluhurnya dari dekat, terutama tentang
riwayat masuknya Sang Brawijaya terakhir (ke-5) mengikuti agama baru,
Islam, sebagai pertemuan segitiga antara Sunan Kalijaga, Brawijaya ke-V
dan Penasehat Sang Baginda benama Sabda Palon dan Nayagenggong.
Disamping
itu beliau menjabat sebagai Kepala Jawatan Pujangga Keraton Kartasura
tatkala jamannya Sri Paku Buwana II (1727-1749). Hasil karya sang
Pangeran ini berupa buku-buku misalnya, Babad Pajajaran, Babad
Majapahit, Babad Demak, Babad Pajang, Babad Mataram, Raja Kapa-kapa,
Sejarah Empu, dll. Tatkala Sri Paku Buwana I naik tahta (1704-1719)
yang penobatannya di Semarang, Gubernur Jenderalnya benama van Outhoorn
yang memerintah pada tahun 1691-1704. Kemudian diganti G.G van Hoorn
(1705-1706), Pangerannya Sang Pujangga yang pada waktu masih muda.
Didatangkan pula di Semarang sebagai Penghulu yang memberi Restu untuk
kejayaan Keraton pada tahun 1629 Jawa = 1705 M, yang disaksikan GG. Van
Hoorn.
Ketika keraton Kartasura akan dipindahkan ke desa Sala,
sang Pujangga diminta pandapatnya oleh Sri Paku Buwana II. Ia kemudian
diserahi tugas dan kewajiban sebagai peneliti untuk menyelidiki keadaan
tanah di desa Sala, yang terpilih untuk mendirikan keraton yang akan
didirikan tahun 1669 Jawa (1744 M).
Sang Pujangga wafat pada
hari Senin Pon, 7 Maulud Tahun Be Jam'iah 1672 Jawa 1747 M, yang pada
jamannya Sri Paku Buwono 11 di Surakarta. Kedudukannya sebagai Pangeran
Merdeka diganti oleh puteranya sendiri yakni Pangeran Soemekar, lalu
berganti nama Pangeran Wijil II di Kadilangu (Pangeran Kadilangu III),
sedangkan kedudukannya sebagai pujangga keraton Surakarta diganti oleh
Ngabehi Yasadipura I, pada hari Kemis Legi,10 Maulud Tahun Be 1672 Jawa
= 1747 M.
[sunting] Analisa
Jangka Jayabaya yang kita kenal
sekarang ini adalah gubahan dari Kitab Musarar, yang sebenarnya untuk
menyebut "Kitab Asrar" Karangan Sunan Giri ke-3 tersebut. Selanjutnya
para pujangga dibelakang juga menyebut nama baru itu.
Kitab
Asrar itu memuat lkhtisar (ringkasan) riwayat negara Jawa, yaitu
gambaran gilir bergantinya negara sejak jaman purbakala hingga jatuhnya
Majapahit lalu diganti dengan Ratu Hakikat ialah sebuah kerajaan Silam
pertama di Jawa yang disebut sebagai ”Giri Kedatan". Giri Kedatan ini
nampaknya Merupakan jaman peralihan kekuasaan Islam pertama di Jawa
yang berlangsung antara 1478-1481 M, yakni sebelum Raden Patah
dinobatkan sebagai Sultan di Demak oleh para Wali pada 1481 M. Namun
demikian adanya keraton Islam di Giri ini masih bersifat ”Hakikat” dan
diteruskan juga sampai jaman Sunan Giri ke-3.
Sejak Sunan Giri
ke-3 ini praktis kekuasaannya berakhir karena penaklukkan yang
dilakukan oleh Sultan Agung dari Mataram; Sejak Raden Patah naik tahta
(1481) Sunan Ratu dari Giri Kedatan ini lalu turun tahta kerajaan,
diganti oleh Ratu seluruh jajatah, ialah Sultan di Demak, Raden Patah.
Jadi keraton di Giri ini kira-kira berdiri antara 1478-1481 M atau
lebih lama lagi, yakni sejak Sunan Giri pertama mendirikannya atau
mungkin sudah sejak Maulana Malik Ibrahim yang wafat pada tahun 1419 M
(882 H). Setelah kesultanan Demak jatuh pada masa Sultan Trenggono,
lalu tahta kerajaan jatuh ke tangan raja yang mendapat julukan sebagai
"Ratu Bobodo") ialah Sultan Pajang. Disebut demikian karena pengaruh
kalangan Ki Ageng yang berorientasi setengah Budha/Hindu dan setengah
Islam di bawah pengaruh kebatinan Siti Jenar, yang juga hendak di basmi
pengaruhnya sejak para Wali masih hidup.
Setelah Kerajaan ini
jatuh pula, lalu di ganti oleh penguasa baru yakni, Ratu Sundarowang
ialah Mataram bertahta dengan gelar Prabu Hanyokro Kusumo (Sultan
Agung) yang berkuasa di seluruh Jawa dan Madura. Di kelak kemudian hari
(ditinjau, dari sudut alam pikiran Sri Sultan Agung dari Mataram ini)
akan muncullah seorang raja bertahta di wilayah kerajaan Sundarowang
ini ialah seorang raja Waliyullah yang bergelar Sang Prabu Herucakra
yang berkuasa di seluruh Jawa-Madura, Patani dan Sriwijaya.
Wasiat
Sultan Agung itu mengandung kalimat ramalan, bahwa kelak sesudah beliau
turun dari tahta, kerajaan besar ini akan pulih kembali kewibawaannya,
justru nanti dijaman jauh sesudah Sultan Agung wafat. Ini berarti
raja-raja pengganti beliau dinilai (secara pandangan batin) sebagai
raja-raja yang tidak bebas merdeka lagi. Bisa kita maklumi, karena pada
tahun-tahun berikutnya praktis Mataram sudah menjadi negara boneka VOC
yang menjadi musuh Sultan Agung (ingat perang Sultan Agung dengan VOC
tahun 1628 & 1629 yang diluruk ke Jakarta/ Batavia oleh Sultan
Agung).
Oleh Pujangga, Kitab Asrar digubah dan dibentuk lagi
dengan pendirian dan cara yang lain, yakni dengan jalan mengambil
pokok/permulaan cerita Raja Jayabaya dari Kediri. Nama mana diketahui
dari Kakawin Bharatayudha, yang dikarang oleh Mpu Sedah pada tahun 1079
Saka = 1157 M atas titah Sri Jayabaya di Daha/ Kediri. Setelah mendapat
pathokan/data baru, raja Jayabaya yang memang dikenal masyarakat
sebagai pandai meramal, sang pujangga (Pangeran Wijil) lalu menulis
kembali, dengan gubahan "JANGKA JAYABAYA" dengan ini yang dipadukan
antara sumber Serat Bharatayudha dengan kitab Asrar serta gambaran
pertumbuhan negara-negara dikarangnya sebelumnya dalam bentuk babad.
Lalu
dari hasil, penelitiannya dicarikan Inti sarinya dan diorbitkan dalam
bentuk karya-karya baru dengan harapan dapat menjadi sumber semangat
perjuangan bagi generasi anak cucu di kemudian hari.
Cita-cita
yang pujangga yang dilukiskan sebagai jaman keemasan itu, jelas
bersumber semangat dari gambaran batin Sultan Agung. Jika kita teliti
secara kronologi, sekarang ternyata menunjukan gambaran sebuah negara
besar yang berdaulat penuh yang kini benama "REPUBLIK INDONESIA"!.
Kedua sumber yang diperpadukan itu ternyata senantiasa mengilhami para
pujangga yang hidup diabad-abad kemudian, terutama pujangga terkenal
R.Ng., cucu buyut pujangga Yasadipura I pengganti Pangeran Wijil I.
Jangka
Jayabaya dari Kitab Asrar ini sungguh diperhatikan benar-benar oleh
para pujangga di Surakarta dalam abad 18/19 M dan sudah terang
Merupakan sumber perpustakaan dan kebudayaan Jawa baru. Hal ini
ternyata dengan munculnya karangan-karangan baru, Kitab Asrar/Musarar
dan Jayabaya yang hanya bersifat ramalan belaka. Sehingga setelah itu
tumbuh bermacam-macam versi teristimewa karangan baru Serat Jayabaya
yang bersifat hakikat bercampur jangka atau ramalan, akan tetapi dengan
ujaran yang dihubungkan dengan lingkungan historisnya satu sama lain
sehingga merupakan tambahan riwayat buat negeri ini.
Semua itu
telah berasal dari satu sumber benih, yakni Kitab Asrar karya Sunan
Giri ke-3 dan Jangka Jayabaya gubahan dari kitab Asrar tadi, plus serat
Mahabarata karangan Mpu Sedah & Panuluh. Dengan demikian, Jangka
Jayabaya ini ditulis kembali dengan gubahan oleh Pangeran Wijil I pada
tahun 1675 Jawa (1749 M) bersama dengan gubahannya yang berbentuk
puisi, yakni Kitab Musarar. Dengan begitu menjadi jelaslah apa yang
kita baca sekarang ini.
[sunting] Kitab Musasar Jayabaya
Asmarandana
1. Kitab Musarar dibuat tatkala Prabu Jayabaya di Kediri yang gagah perkasa, Musuh takut dan takluk, tak ada yang berani.
2. Beliau sakti sebab titisan Batara wisnu. Waktu itu Sang Prabu menjadi raja agung, pasukannya raja-raja.
3.
Terkisahkan bahwa Sang Prabu punya putra lelaki yang tampan. Sesudah
dewasa dijadikan raja di Pagedongan. Sangat raharja negara-nya.
4.
Hal tersebut menggembirakan Sang Prabu. Waktu itu tersebutkan Sang
Prabu akan mendapat tamu, seorang raja pandita dari Rum bernama, Sultan
Maolana.
5. Lengkapnya bernama Ngali Samsujen. Kedatangannya
disambut sebaik-baiknya. Sebab tamu tersebut seorang raja pandita lain
bangsa pantas dihormati.
6. Setelah duduk Sultan Ngali Samsujen
berkata: “Sang Prabu Jayabaya, perkenankan saya memberi petuah padamu
menge.nai Kitab Musarar.
7. Yang menyebutkan tinggal tiga kali lagi
kemudian kerajaanmu akan diganti oleh orang lain”. Sang Prabu
mendengarkan dengan sebaik-baiknya. Karena beliau telah mengerti
kehendak Dewata.
8. Sang Prabu segera menjadi murid sang Raja
Pandita. Segala isi Kitab Musarar sudah diketahui semua. Beliaupun
ingat tinggal menitis 3 kali.
9. Kelak akan diletakkan dalam teken Sang Pandita yang ditinggal di Kakbah yang membawa Imam Supingi untuk menaikkan kutbah,
10.
Senjata ecis itu yang bernama Udharati. Dikelak kemudian hari ada
Maolana masih cucu Rasul yang mengembara sampai ke P. Jawa membawa ecis
tersebut. Kelak menjadi punden Tanah Jawa.
11. Raja Pandita pamit dan musnah dari tempat duduk. Kemudian terkisahkan setelah satu bulan Sang Prabu memanggil putranya.
12. Setelah sang putra datang lalu diajak ke gunung Padang. Ayah dan putra itu setelah datang lalu naik ke gunung.
13.
Di sana ada Ajar bernama Ajar Subrata. Menjemput Prabu Jayabaya seorang
raja yang berincoknito termasuk titisan Batara Wisnu..
14. Karenanya Sang Prabu sangat waspada, tahu sebelum kejadian mengenai raja-raja karena Sang Prabu menerima sasmita gaib.
15.
Bila Islam seperti Nabi. Prabu Jayabaya bercengkrama di gunung sudah
lama. Bertemu dengan ki Ajar di gunung Padang. Yang bertapa brata
sehingga apa yang dikehendaki terjadi.
16. Tergopoh-gopoh
menghormati. Setelah duduk ki Ajar memanggil seorang endang yang
membawa sesaji. Berwarna-warni isinya. Tujuh warna-warni dan lengkap
delapan dengarn endangnya.
17. Jadah (ketan) setakir, bawang putih
satu talam, kembang melati satu bungkus, darah sepitrah, kunir
sarimpang, sebatang pohon kajar dan kembang mojar satu bungkus.
18.
Kedelapan endang seorang. Kemudian ki Ajar menghaturkan sembah :
“Inilah hidangan kami untuk sang Prabu”. Sang Prabu waspada kemudian
menarik senjata kerisnya.
19. Ki Ajar ditikam mati. Demikian juga
endangnya. Keris kemudian dimasukkan lagi. Cantrik-cantrik berlarian
karena takut. Sedangkan raja putra kecewa melihat perbuatan ayahnya.
20. Sang putra akan bertanya merasa takut. Kemudian merekapun pulang. Datang di kedaton Sang Prabu berbicara dengan putranya.
21.
Heh anakku. Kamu tahu ulah si Ajar yang saya bunuh. Sebab berdosa
kepada guru saya Sultan Maolana Ngali Samsujen tatkala masih muda.
Sinom
1.
Dia itu sudah diwejang (diberitahu) oleh guru mengenai kitab Musarar.
Sama seperti saya. Namun dia menyalahi janji, musnah raja-raja di P.
Jawa. Toh saya sudah diberitahu bahwa saya tinggal 3 kali lagi.
2.
Bila sudah menitis tiga kali kemudian ada jaman lagi bukan perbuatan
saya. Sudah dikatakan oleh Maolana Ngali tidak mungkin berobah lagi.
Diberi lambang Jaman Catur semune segara asat.
3. Itulah Jenggala,
Kediri, Singasari dan Ngurawan. Empat raja itu masih kekuasaan saya.
Negaranya bahagia diatas bumi. Menghancurkan keburukan.
4. Setelah
100 tahun musnah keempat kerajaan tersebut. Kemudian ada jaman lagi
yang bukan milik saya, sebab saya sudah terpisah dengan saudara-saudara
ditempat yang rahasia.
5. Di dalam teken sang guru Maolana Ngali.
Demikian harap diketahui oleh anak cucu bahwa akan ada jaman Anderpati
yang bernama Kala-wisesa.
6. Lambangnya: Sumilir naga kentir semune
liman pepeka. Itu negara Pajajaran. Negara tersebut tanpa keadilan dan
tata negara, Setelah seratus tahun kemudian musnah.
7. Sebab
berperang dengan saudara. Hasil bumi diberi pajak emas. Sebab saya
mendapat hidangan Kunir sarimpang dari ki Ajar. Kemudian berganti jaman
di Majapahit dengan rajanya Prabu Brawijaya.
8. Demikian nama raja
bergelar Sang Rajapati Dewanata. Alamnya disebut Anderpati, lamanya
sepuluh windu (80 tahun). Hasil negara berupa picis (uang). Ternyata
waktu itu dari hidangan ki Ajar.
9. Hidangannya Jadah satu takir.
Lambangnya waktu itu Sima galak semune curiga ketul. Kemudian berganti
jaman lagi. Di Gelagahwangi dengan ibukota di Demak. Ada agama dengan
pemimpinnya bergelar Diyati Kalawisaya.
10. Enam puluh lima tahun
kemudian musnah. Yang bertahta Ratu Adil serta wali dan pandita
semuanya cinta. Pajak rakyat berupa uang. Temyata saya diberi hidangan
bunga Melati oleh ki Ajar.
11. Negara tersebut diberi lambang:
Kekesahan durung kongsi kaselak kampuhe bedah. Kemudian berganti jaman
Kalajangga. Beribukota Pajang dengan hukum seperti di Demak. Tidak
diganti oleh anaknya. 36 tahun kemudian musnah.
12. Negara ini
diberi lambang: cangkrama putung watange. Orang di desa terkena pajak
pakaian dan uang. Sebab ki Ajar dahulu memberi hidangan sebatang pohon
kajar. Kemudian berganti jaman di Mataram. Kalasakti Prabu
Anyakrakusuma.
13. Dicintai pasukannya. Kuat angkatan perangnya dan
kaya, disegani seluruh bangsa Jawa. Bahkan juga sebagai gantinya Ajar
dan wali serta pandita, bersatu dalam diri Sang Prabu yang adil.
14.
Raja perkasa tetapi berbudi halus. Rakyat kena pajak reyal. Sebab waktu
itu saya mendapat hidangan bawang putih dari ki Ajar. Rajanya diberi
gelar: Sura Kalpa semune lintang sinipat.
15. Kemudian berganti lagi
dengan lambang: Kembang sempol Semune modin tanpa sreban. Raja yang
keempat yang penghabisan diberi lambang Kalpa sru kanaka putung.
Seratus tahun kemudian musnah sebab melawan sekutu. Kemudian ada
nakhoda yang datang berdagang.
16. Berdagang di tanah Jawa kemudian
mendapat sejengkal tanah. Lama kelamaan ikut perang dan selalu menang,
sehingga terpandang di pulau Jawa. Jaman sudah berganti meskipun masih
keturunan Mataram. Negara bernama Nyakkrawati dan ibukota di Pajang.
17.
Raja berpasukan campur aduk. Disegani setanah Jawa. Yang memulai
menjadi raja dengan gelar Layon keli semune satriya brangti. Kemudian
berganti raja yang bergelar: semune kenya musoni. Tidak lama kemudian
berganti.
18. Nama rajanya Lung gadung rara nglikasi(Raja yang penuh
inisiatif dalam segala hal, namun memiliki kelemahan suka wanita)
kemudian berganti gajah meta semune tengu lelaki (Raja yang
disegani/ditakuti, namun nista.) Enam puluh tahun menerima kutukan
sehingga tenggelam negaranya dan hukum tidak karu-karuan.
19. Waktu
itu pajaknya rakyat adalah Uang anggris dan uwang. Sebab saya diberi
hidangan darah sepitrah. Kemudian negara geger. Tanah tidak berkasiat,
pemerintah rusak. Rakyat celaka. Bermacam-macam bencana yang tidak
dapat ditolak.
20. Negara rusak. Raja berpisah dengan rakyat. Bupati
berdiri sendiri-sendiri. Kemudian berganti jaman Kutila. Rajanya Kara
Murka(Raja-raja yang saling balas dendam.). Lambangnya Panji loro
semune Pajang Mataram(Dua kekuatan pimpinan yang saling jegal ingin
menjatuhkan).
21. Nakhoda(Orang asing)ikut serta memerintah. Punya
keberanian dan kaya. Sarjana (Orang arif dan bijak) tidak ada. Rakyat
sengsara. Rumah hancur berantakan diterjang jalan besar. Kemudian
diganti dengan lambang Rara ngangsu , randa loro nututi pijer tetukar((
Ratu yang selalu diikuti/diintai dua saudara wanita tua untuk
menggantikannya).
22. Tidak berkesempatan menghias diri(Raja yang
tidak sempat mengatur negara sebab adanya masalah-masalah yang
merepotkan ), sinjang kemben tan tinolih itu sebuah lambang yang
menurut Seh Ngali Samsujen datangnya Kala Bendu. Di Semarang Tembayat
itulah yang mengerti/memahami lambang tersebut.
23. Pajak rakyat
banyak sekali macamnya. Semakin naik. Panen tidak membuat kenyang.
Hasilnya berkurang. orang jahat makin menjadi-jadi Orang besar hatinya
jail. Makin hari makin bertambah kesengsaraan negara.
24. Hukum dan
pengadilan negara tidak berguna. Perintah berganti-ganti. Keadilan
tidak ada. Yang benar dianggap salah. Yang jahat dianggap benar. Setan
menyamar sebagai wahyu. Banyak orang melupakan Tuhan dan orang tua.
25.
Wanita hilang kehormatannya. Sebab saya diberi hidangan Endang seorang
oleh ki Ajar. Mulai perang tidak berakhir. Kemudian ada tanda negara
pecah.
26. Banyak hal-hal yang luar biasa. Hujan salah waktu. Banyak
gempa dan gerhana. Nyawa tidak berharga. Tanah Jawa berantakan.
Kemudian raja Kara Murka Kutila musnah.
27. Kemudian kelak akan
datang Tunjung putih semune Pudak kasungsang(Raja berhati putih namun
masih tersembunyi). Lahir di bumi Mekah(Orang Islam yang sangat
bertauhid). Menjadi raja di dunia, bergelar Ratu Amisan, redalah
kesengsaraan di bumi, nakhoda ikut ke dalam persidangan.
28. Raja
keturunan waliyullah. Berkedaton dua di Mekah dan Tanah Jawa(Orang
Islam yang sangat menghormati leluhurnya dan menyatu dengan ajaran
tradisi Jawa (kawruh Jawa)). Letaknya dekat dengan gunung Perahu,
sebelah barat tempuran. Dicintai pasukannya. Memang raja yang terkenal
sedunia.
29. Waktu itulah ada keadilan. Rakyat pajaknya dinar sebab
saya diberi hidangan bunga seruni oleh ki Ajar. Waktu itu pemerintahan
raja baik sekali. Orangnya tampan senyumnya manis sekali.
== Isi Ramalan ==
1. Besuk yen wis ana kreta tanpa jaran --- Kelak jika sudah ada kereta tanpa kuda.
2. Tanah Jawa kalungan wesi --- Pulau Jawa berkalung besi.
3. Prahu mlaku ing dhuwur awang-awang --- Perahu berjalan di angkasa.
4. Kali ilang kedhunge --- Sungai kehilangan mata air.
5. Pasar ilang kumandhang --- Pasar kehilangan suara.
6. Iku tandha yen tekane zaman Jayabaya wis cedhak --- Itulah pertanda zaman Jayabaya telah mendekat.
7. Bumi saya suwe saya mengkeret --- Bumi semakin lama semakin mengerut.
8. Sekilan bumi dipajeki --- Sejengkal tanah dikenai pajak.
9. Jaran doyan mangan sambel --- Kuda suka makan sambal.
10. Wong wadon nganggo pakeyan lanang --- Orang perempuan berpakaian lelaki.
11. Iku tandhane yen wong bakal nemoni wolak-waliking zaman--- Itu pertanda orang akan mengalami zaman berbolak-balik
12. Akeh janji ora ditetepi --- Banyak janji tidak ditepati.
13. keh wong wani nglanggar sumpahe dhewe--- Banyak orang berani melanggar sumpah sendiri.
14. Manungsa padha seneng nyalah--- Orang-orang saling lempar kesalahan.
15. Ora ngendahake hukum Hyang Widhi--- Tak peduli akan hukum Hyang Widhi.
16. Barang jahat diangkat-angkat--- Yang jahat dijunjung-junjung.
17. Barang suci dibenci--- Yang suci (justru) dibenci.
18. Akeh manungsa mung ngutamakke dhuwit--- Banyak orang hanya mementingkan uang.
19. Lali kamanungsan--- Lupa jati kemanusiaan.
20. Lali kabecikan--- Lupa hikmah kebaikan.
21. Lali sanak lali kadang--- Lupa sanak lupa saudara.
22. Akeh bapa lali anak--- Banyak ayah lupa anak.
23. Akeh anak wani nglawan ibu--- Banyak anak berani melawan ibu.
24. Nantang bapa--- Menantang ayah.
25. Sedulur padha cidra--- Saudara dan saudara saling khianat.
26. Kulawarga padha curiga--- Keluarga saling curiga.
27. Kanca dadi mungsuh --- Kawan menjadi lawan.
28. Akeh manungsa lali asale --- Banyak orang lupa asal-usul.
29. Ukuman Ratu ora adil --- Hukuman Raja tidak adil
30. Akeh pangkat sing jahat lan ganjil--- Banyak pejabat jahat dan ganjil
31. Akeh kelakuan sing ganjil --- Banyak ulah-tabiat ganjil
32. Wong apik-apik padha kapencil --- Orang yang baik justru tersisih.
33. Akeh wong nyambut gawe apik-apik padha krasa isin --- Banyak orang kerja halal justru merasa malu.
34. Luwih utama ngapusi --- Lebih mengutamakan menipu.
35. Wegah nyambut gawe --- Malas untuk bekerja.
36. Kepingin urip mewah --- Inginnya hidup mewah.
37. Ngumbar nafsu angkara murka, nggedhekake duraka --- Melepas nafsu angkara murka, memupuk durhaka.
38. Wong bener thenger-thenger --- Orang (yang) benar termangu-mangu.
39. Wong salah bungah --- Orang (yang) salah gembira ria.
40. Wong apik ditampik-tampik--- Orang (yang) baik ditolak ditampik (diping-pong).
41. Wong jahat munggah pangkat--- Orang (yang) jahat naik pangkat.
42. Wong agung kasinggung--- Orang (yang) mulia dilecehkan
43. Wong ala kapuja--- Orang (yang) jahat dipuji-puji.
44. Wong wadon ilang kawirangane--- perempuan hilang malu.
45. Wong lanang ilang kaprawirane--- Laki-laki hilang perwira/kejantanan
46. Akeh wong lanang ora duwe bojo--- Banyak laki-laki tak mau beristri.
47. Akeh wong wadon ora setya marang bojone--- Banyak perempuan ingkar pada suami.
48. Akeh ibu padha ngedol anake--- Banyak ibu menjual anak.
49. Akeh wong wadon ngedol awake--- Banyak perempuan menjual diri.
50. Akeh wong ijol bebojo--- Banyak orang tukar istri/suami.
51. Wong wadon nunggang jaran--- Perempuan menunggang kuda.
52. Wong lanang linggih plangki--- Laki-laki naik tandu.
53. Randha seuang loro--- Dua janda harga seuang (Red.: seuang = 8,5 sen).
54. Prawan seaga lima--- Lima perawan lima picis.
55. Dhudha pincang laku sembilan uang--- Duda pincang laku sembilan uang.
56. Akeh wong ngedol ngelmu--- Banyak orang berdagang ilmu.
57. Akeh wong ngaku-aku--- Banyak orang mengaku diri.
58. Njabane putih njerone dhadhu--- Di luar putih di dalam jingga.
59. Ngakune suci, nanging sucine palsu--- Mengaku suci, tapi palsu belaka.
60. Akeh bujuk akeh lojo--- Banyak tipu banyak muslihat.
61. Akeh udan salah mangsa--- Banyak hujan salah musim.
62. Akeh prawan tuwa--- Banyak perawan tua.
63. Akeh randha nglairake anak--- Banyak janda melahirkan bayi.
64. Akeh jabang bayi lahir nggoleki bapakne--- Banyak anak lahir mencari bapaknya.
65. Agama akeh sing nantang--- Agama banyak ditentang.
66. Prikamanungsan saya ilang--- Perikemanusiaan semakin hilang.
67. Omah suci dibenci--- Rumah suci dijauhi.
68. Omah ala saya dipuja--- Rumah maksiat makin dipuja.
69. Wong wadon lacur ing ngendi-endi--- Perempuan lacur dimana-mana.
70. Akeh laknat--- Banyak kutukan
71. Akeh pengkianat--- Banyak pengkhianat.
72. Anak mangan bapak---Anak makan bapak.
73. Sedulur mangan sedulur---Saudara makan saudara.
74. Kanca dadi mungsuh---Kawan menjadi lawan.
75. Guru disatru---Guru dimusuhi.
76. Tangga padha curiga---Tetangga saling curiga.
77. Kana-kene saya angkara murka --- Angkara murka semakin menjadi-jadi.
78. Sing weruh kebubuhan---Barangsiapa tahu terkena beban.
79. Sing ora weruh ketutuh---Sedang yang tak tahu disalahkan.
80. Besuk yen ana peperangan---Kelak jika terjadi perang.
81. Teka saka wetan, kulon, kidul lan lor---Datang dari timur, barat, selatan, dan utara.
82. Akeh wong becik saya sengsara--- Banyak orang baik makin sengsara.
83. Wong jahat saya seneng--- Sedang yang jahat makin bahagia.
84. Wektu iku akeh dhandhang diunekake kuntul--- Ketika itu burung gagak dibilang bangau.
85. Wong salah dianggep bener---Orang salah dipandang benar.
86. Pengkhianat nikmat---Pengkhianat nikmat.
87. Durjana saya sempurna--- Durjana semakin sempurna.
88. Wong jahat munggah pangkat--- Orang jahat naik pangkat.
89. Wong lugu kebelenggu--- Orang yang lugu dibelenggu.
90. Wong mulya dikunjara--- Orang yang mulia dipenjara.
91. Sing curang garang--- Yang curang berkuasa.
92. Sing jujur kojur--- Yang jujur sengsara.
93. Pedagang akeh sing keplarang--- Pedagang banyak yang tenggelam.
94. Wong main akeh sing ndadi---Penjudi banyak merajalela.
95. Akeh barang haram---Banyak barang haram.
96. Akeh anak haram---Banyak anak haram.
97. Wong wadon nglamar wong lanang---Perempuan melamar laki-laki.
98. Wong lanang ngasorake drajate dhewe---Laki-laki memperhina derajat sendiri.
99. Akeh barang-barang mlebu luang---Banyak barang terbuang-buang.
100. Akeh wong kaliren lan wuda---Banyak orang lapar dan telanjang.
101. Wong tuku ngglenik sing dodol---Pembeli membujuk penjual.
102. Sing dodol akal okol---Si penjual bermain siasat.
103. Wong golek pangan kaya gabah diinteri---Mencari rizki ibarat gabah ditampi.
104. Sing kebat kliwat---Yang tangkas lepas.
105. Sing telah sambat---Yang terlanjur menggerutu.
106. Sing gedhe kesasar---Yang besar tersasar.
107. Sing cilik kepleset---Yang kecil terpeleset.
108. Sing anggak ketunggak---Yang congkak terbentur.
109. Sing wedi mati---Yang takut mati.
110. Sing nekat mbrekat---Yang nekat mendapat berkat.
111. Sing jerih ketindhih---Yang hati kecil tertindih
112. Sing ngawur makmur---Yang ngawur makmur
113. Sing ngati-ati ngrintih---Yang berhati-hati merintih.
114. Sing ngedan keduman---Yang main gila menerima bagian.
115. Sing waras nggagas---Yang sehat pikiran berpikir.
116. Wong tani ditaleni---Orang (yang) bertani diikat.
117. Wong dora ura-ura---Orang (yang) bohong berdendang.
118. Ratu ora netepi janji, musna panguwasane---Raja ingkar janji, hilang wibawanya.
119. Bupati dadi rakyat---Pegawai tinggi menjadi rakyat.
120. Wong cilik dadi priyayi---Rakyat kecil jadi priyayi.
121. Sing mendele dadi gedhe---Yang curang jadi besar.
122. Sing jujur kojur---Yang jujur celaka.
123. Akeh omah ing ndhuwur jaran---Banyak rumah di punggung kuda.
124. Wong mangan wong---Orang makan sesamanya.
125. Anak lali bapak---Anak lupa bapa.
126. Wong tuwa lali tuwane---Orang tua lupa ketuaan mereka.
127. Pedagang adol barang saya laris---Jualan pedagang semakin laris.
128. Bandhane saya ludhes---Namun harta mereka makin habis.
129. Akeh wong mati kaliren ing sisihe pangan---Banyak orang mati lapar di samping makanan.
130. Akeh wong nyekel bandha nanging uripe sangsara---Banyak orang berharta tapi hidup sengsara.
131. Sing edan bisa dandan---Yang gila bisa bersolek.
132. Sing bengkong bisa nggalang gedhong---Si bengkok membangun mahligai.
133. Wong waras lan adil uripe nggrantes lan kepencil---Yang waras dan adil hidup merana dan tersisih.
134. Ana peperangan ing njero---Terjadi perang di dalam.
135. Timbul amarga para pangkat akeh sing padha salah paham---Terjadi karena para pembesar banyak salah faham.
136. Durjana saya ngambra-ambra---Kejahatan makin merajalela.
137. Penjahat saya tambah---Penjahat makin banyak.
138. Wong apik saya sengsara---Yang baik makin sengsara.
139. Akeh wong mati jalaran saka peperangan---Banyak orang mati karena perang.
140. Kebingungan lan kobongan---Karena bingung dan kebakaran.
141. Wong bener saya thenger-thenger---Si benar makin tertegun.
142. Wong salah saya bungah-bungah---Si salah makin sorak sorai.
143. Akeh bandha musna ora karuan lungane---Banyak harta hilang entah ke mana
144. Akeh pangkat lan drajat pada minggat ora karuan sababe---Banyak pangkat dan derajat lenyap entah mengapa.
145. Akeh barang-barang haram, akeh bocah haram---Banyak barang haram, banyak anak haram.
146. Bejane sing lali, bejane sing eling---Beruntunglah si lupa, beruntunglah si sadar.
147. Nanging sauntung-untunge sing lali---Tapi betapapun beruntung si lupa.
148. Isih untung sing waspada---Masih lebih beruntung si waspada.
149. Angkara murka saya ndadi---Angkara murka semakin menjadi.
150. Kana-kene saya bingung---Di sana-sini makin bingung.
151. Pedagang akeh alangane---Pedagang banyak rintangan.
152. Akeh buruh nantang juragan---Banyak buruh melawan majikan.
153. Juragan dadi umpan---Majikan menjadi umpan.
154. Sing suwarane seru oleh pengaruh---Yang bersuara tinggi mendapat pengaruh.
155. Wong pinter diingar-ingar---Si pandai direcoki.
156. Wong ala diuja---Si jahat dimanjakan.
157. Wong ngerti mangan ati---Orang yang mengerti makan hati.
158. Bandha dadi memala---Hartabenda menjadi penyakit
159. Pangkat dadi pemikat---Pangkat menjadi pemukau.
160. Sing sawenang-wenang rumangsa menang --- Yang sewenang-wenang merasa menang
161. Sing ngalah rumangsa kabeh salah---Yang mengalah merasa serba salah.
162. Ana Bupati saka wong sing asor imane---Ada raja berasal orang beriman rendah.
163. Patihe kepala judhi---Maha menterinya benggol judi.
164. Wong sing atine suci dibenci---Yang berhati suci dibenci.
165. Wong sing jahat lan pinter jilat saya derajat---Yang jahat dan pandai menjilat makin kuasa.
166. Pemerasan saya ndadra---Pemerasan merajalela.
167. Maling lungguh wetenge mblenduk --- Pencuri duduk berperut gendut.
168. Pitik angrem saduwure pikulan---Ayam mengeram di atas pikulan.
169. Maling wani nantang sing duwe omah---Pencuri menantang si empunya rumah.
170. Begal pada ndhugal---Penyamun semakin kurang ajar.
171. Rampok padha keplok-keplok---Perampok semua bersorak-sorai.
172. Wong momong mitenah sing diemong---Si pengasuh memfitnah yang diasuh
173. Wong jaga nyolong sing dijaga---Si penjaga mencuri yang dijaga.
174. Wong njamin njaluk dijamin---Si penjamin minta dijamin.
175. Akeh wong mendem donga---Banyak orang mabuk doa.
176. Kana-kene rebutan unggul---Di mana-mana berebut menang.
177. Angkara murka ngombro-ombro---Angkara murka menjadi-jadi.
178. Agama ditantang---Agama ditantang.
179. Akeh wong angkara murka---Banyak orang angkara murka.
180. Nggedhekake duraka---Membesar-besarkan durhaka.
181. Ukum agama dilanggar---Hukum agama dilanggar.
182. Prikamanungsan di-iles-iles---Perikemanusiaan diinjak-injak.
183. Kasusilan ditinggal---Tata susila diabaikan.
184. Akeh wong edan, jahat lan kelangan akal budi---Banyak orang gila, jahat dan hilang akal budi.
185. Wong cilik akeh sing kepencil---Rakyat kecil banyak tersingkir.
186. Amarga dadi korbane si jahat sing jajil---Karena menjadi kurban si jahat si laknat.
187. Banjur ana Ratu duwe pengaruh lan duwe prajurit---Lalu datang Raja berpengaruh dan berprajurit.
188. Lan duwe prajurit---Dan punya prajurit.
189. Negarane ambane saprawolon---Lebar negeri seperdelapan dunia.
190. Tukang mangan suap saya ndadra---Pemakan suap semakin merajalela.
191. Wong jahat ditampa---Orang jahat diterima.
192. Wong suci dibenci---Orang suci dibenci.
193. Timah dianggep perak---Timah dianggap perak.
194. Emas diarani tembaga---Emas dibilang tembaga
195. Dandang dikandakake kuntul---Gagak disebut bangau.
196. Wong dosa sentosa---Orang berdosa sentosa.
197. Wong cilik disalahake---Rakyat jelata dipersalahkan.
198. Wong nganggur kesungkur---Si penganggur tersungkur.
199. Wong sregep krungkep---Si tekun terjerembab.
200. Wong nyengit kesengit---Orang busuk hati dibenci.
201. Buruh mangluh---Buruh menangis.
202. Wong sugih krasa wedi---Orang kaya ketakutan.
203. Wong wedi dadi priyayi---Orang takut jadi priyayi.
204. Senenge wong jahat---Berbahagialah si jahat.
205. Susahe wong cilik---Bersusahlah rakyat kecil.
206. Akeh wong dakwa dinakwa---Banyak orang saling tuduh.
207. Tindake manungsa saya kuciwa---Ulah manusia semakin tercela.
208.
Ratu karo Ratu pada rembugan negara endi sing dipilih lan
disenengi---Para raja berunding negeri mana yang dipilih dan disukai.
209. Wong Jawa kari separo---Orang Jawa tinggal setengah.
210. Landa-Cina kari sejodho --- Belanda-Cina tinggal sepasang.
211. Akeh wong ijir, akeh wong cethil---Banyak orang kikir, banyak orang bakhil.
212. Sing eman ora keduman---Si hemat tidak mendapat bagian.
213. Sing keduman ora eman---Yang mendapat bagian tidak berhemat.
214. Akeh wong mbambung---Banyak orang berulah dungu.
215. Akeh wong limbung---Banyak orang limbung.
216. Selot-selote mbesuk wolak-waliking zaman teka---Lambat-laun datanglah kelak terbaliknya zaman.