2. Keris sebagai peninggalan/pusaka wasiat> Apabila seseorang akan tiba ajalnya atau jauh hari sebelumnya, banyak yang sudah mewasiatkan sesuatu peninggalan yang dianggap berharga semisal tanah, sawah maupun rumah, begitu pula sebilah keris, sesuatu yang paling membanggakan jika pewarisnya diberi kepercayaan untuk memeliharanya.
3. Keris sebagai lambang identitas pribadi> sebilah keris erat kaitannya dengan identitas seseorang, lihatlah keris jaka piturun dengan para Sultan di Yogyakarta, keris Kyai Setan Kober dengan Arya Penangsang, keris Kyai Pulanggeni dengan Raden Harjuna, tombak Kyai Baru dengan Ki Ageng Mangir, dan masih banyak lagi tokoh-tokoh negeri ini.
4. Keris sebagai lambang kemapanan hidup> Bagi seorang lelaki masyarakat Jawa, hidupnya dikatakan paripurna/mapan, jika telah memiliki: Wisma/rumah, Wanita/istri, Turangga/kendaraan, Kukila/hewan piaraan, dan Curiga/keris.
5. Keris sebagai lambang status sosial> Ini tergambar dari ukiran-tangkai keris yang mempunyai wanda/profil, misalnya: samba keplayu, maraseba, mangkurat, yudawinatan, longok, pakubuwanan, pakucumbring dan lainnya, dimana profil tersebut disesuaikan dengan kepribadian dan kedudukan sosial sang pemakai. Begitu pula dari warna pendok kemalon: merah untuk para sentana-minimal para bupati, hijau untuk para mantri, coklat untuk para bekel, hitam untuk para abdi dalem tingkat biasa (mohon dikoreksi apabila pendapat ini keliru.
6. Keris sebagai tanda jasa/satya lencana> Dalam dunia perkerisan, kita mengenal keris berganja kinatah gajah singa, keris ini merupakan satya lencana yang diberikan kepada para perwira/prajurit Mataram yang telah berjasa menumpas pemberontakan kadipaten pati atas kerajaan Mataram (Sultan Agung).
7. Keris sebagai atribut duta> Sewaktu resepsi pernikahan Pangeran Bernard dengan Putri Juliana dari negeri Belanda, Raja Paku Buwana X (Surakarta) mengutus puteranya G.P.H Suryohamidjojo agar menghadiri resepsi tersebut, maka sang putera diberi izin memakai keris Kanjeng Kyai Pakumpulan.
8. Keris sebagai lambang persahabatan> Pada zaman dahulu, tanda mata yang paling tinggi martabatnya adalah keris, ini dibuktikan dengan istilah "kancing gelung" atau "cundhuk ukel" yaitu pemberian sebilah keris lengkap dari orang tua kepada anak perempuannya yang baru saja menikah, yang pada akhirnya tanggung jawab pemeliharaan keris tersebut dipegang menantu lelaki.
9. Keris sebagai falsafah> Bentuk dhapur dan corak pamor yang beraneka ragam memiliki nilai falsafah, dhapur brojol= penggapaian cita-cita, pamor pedaringan kebak= harapan sukses akan material, dan lain sebagainya.
10. Keris sebagai medium sengkalan(chronogram)> Terkenal istilah sirna ilang kertaning bumi (sirna=0, ilang=0, kerta=4, bumi=1), sengkalan tersebut menggambarkan tahun 1400 saka, begitupula ganja berkinatah gajah singa= gajah singa keris siji= berarti tahun 1558 saka, tahun runtuhnya kadipaten Pati oleh prajurit Mataram.
11. Keris sebagai pelengkap busana> Ini sering dijumpai pada saat resepsi pernikahan umpamanya, sehingga kita dengar istilah disengkelit, dianggar dan lainnya yang kesemuanya ditentukan oleh macam upacara.
12. Keris sebagai medium> Medium=perantara, Keris pusaka dianggap mempunyai kekuatan untuk memperlancar komunikasi dua arah antara alam nyata dengan alam ghaib, fungsi inilah sampai kapanpun akan dianggap paling menarik untuk diperbincangkan.
13. Keris sebagai dekorasi> Umumnya keris yang ditempel ditembok atau media lainnya adalah hanya keris semacam souvenir tanpa kandungan aura/yoni/isi, karena dianggap kurang etis bila menempatkan keris hanya dari sisi estetika saja.
14. Keris sebagai benda koleksi> Biasanya, bagi para keluarga yang mempunyai banyak keris dari hasil warisan, maka mereka sebagian besar hanya memandang dari keindahan luarnya saja tanpa menghiraukan aspek spiritualnya. Ini berarti sering diantara mereka memperjualbelikan keris pusaka sebagaimana benda koleksi yang lain.
15. Keris sebagai obyek hobby> Kalangan yang menempatkan keris sebagai hobby adalah mereka yang mengumpulkan banyak keris pusaka hanya untuk pemuasan hati semata, tanpa menghiraukan baik tidaknya sebuah pusaka.
16.
Keris sebagai sipat kandel / piandel> Sipat kandel adalah: suatu
sarana yang membuat pemiliknya lebih percaya diri untuk meraih nasib
baik, terlindung, selamat dan maksud lain yang sejenis. Kalangan
pecinta keris pusaka semacam ini menjadikannya sebagai "jimat". Contoh
konkretnya adalah keris Jendral Sudirman, Keris Bung Tomo, Keris Bung
Karno, serta nama-nama besar lain negeri ini, disamping para beliau
adalah para bijak cendekia namun ada sesuatu yang diharapkan dari keris
pusaka, terutama pada saat kritis, hal tersebut adalah hal yang wajar
sebagaimana kita membutuhkan sesuatu harus menggunakan alat-alat
tertentu untuk mempermudah kerja usaha kita.
Demikianlah
uraian singkat kami tentang fungsi sebilah keris pusaka yang bisa kami
ketengahkan, besar kiranya harapan kami untuk menerima saran dan kritik
dari para pemerhati keris pusaka demi lestarinya warisan nenek moyang
yang bernilai tinggi kepada para generasi muda penerus bangsa.